Apa yang diceritakan Allah dalam kitab-Nya berupa kisah
nabi-nabi atau kaum-kaum terdahulu adalah kenyataan-kenyataan yang sesungguhnya
pernah terjadi. Alhamdulillah, Kita meyakininya sedemikian rupa sehingga
seakan-akan kita melihat kejadian-kejadian tersebut ada di depan mata kita
sendiri. Ajib, kejadian demi kejadian telah dikemas-Nya sedemikian rupa (dalam
kitab-Nya) sehingga orang yang awampun akan mendapat manfaat darinya.
Siapa saja yang membacanya lagi dan lagi, maka dia akan
menangkap pesan-pesan Allah di dalamnya. Kisah-kisah yang ada di dalam
kitab-Nya adalah tidak hanya sekedar pengetahuan bagi umat ini, akan tetapi
lebih dari itu kita dapat belajar dari pengalaman orang-orang terdahulu.
Padahal orang-orang yang pandai lagi bijaksana adalah mereka yang tidak akan
jatuh ke dalam lubang yang sama dari kesalahan yang sama yang telah dibuat
kaum-kaum terdahulu. Bila demikian halnya, pasti kisah-kisah di dalam kitab-Nya
selalu relevan dengan keadaan kita hari ini.
Ketika Allah menyebut nama nabi Musa a.s. berulang-ulang,
hal demikian juga suatu pelajaran buat kita. Dengan kekuasaan-Nya, Allah
menjadikan Musa as. terpelihara justru oleh orang yang akan menjadi musuhnya
kelak. Fir’aun yang memusuhinya menyadari keadaan tersebut, namun demikian dia
tidak punya kekuatan sedikitpun untuk membinasakannya. Allah menunjukkan kepada
kita bahwa meskipun Musa kecil tidak memiliki apapun, hatta untuk melindungi
dirinya sendiri, dia ada dalam penjagaan-Nya yang kuat. Dengan cara ini Allah
yang maha agung memberi pesan kepada kita bahwa segala sesuatu selalu ada dalam
kontrol-Nya dan Dia berkuasa penuh bahkan dalam menentukan detil-detil skenario
apapun.
Dengan ijin Allah, Musa as dididik secara langsung oleh
ibunya sendiri. Sang ibu (yang mengalami dan membuktikannya sendiri) menjadi
sangat yakin dengan kekuasaan Allah. Dan Musa kecil mendapat pengajaran bahwa
Allah kuasa dan makhluk tak kuasa. Tentu saja sang ibu menceritakannya dengan
bangga dan berulang-ulang. Dia menceritakan bagaimana Allah menyelamatkannya
dengan cara yang dikehendaki-Nya. Allah mengendalikan segala sesuatu, sedangkan
selain-Nya ada dalam kendali-Nya. Dan saudara perempuan Musa a.s. (yang
menyaksikan detik-detik penyelamatannya) menjadi saksi hidup yang membenarkan
apa yang disampaikan sang ibu kepada anaknya.
Musa kecil adalah ‘anak angkat’ raja Fir’aun yang adi kuasa.
Dengan demikian dia adalah pangeran dalam kerajaan yang superpower pada
jamannya. Kemudian kita memaklumi bahwa dia tumbuh dan menjadi besar dalam
lingkungan yang mengajarkan bahwa Fir’aun adalah raja yang berkuasa penuh,
bahkan dalam menentukan hidup atau matinya seseorang. Dan dia melihat serta
menyaksikan sendiri kenyataan itu. Keyakinannya berubah sejalan dengan masuknya
kebesaran kerajaan dan orangtua angkatnya kedalam hatinya. Dari biografinya,
kita mengetahui bahwa nilai keyakinannya nampak pada keputusan yang dibuat-Nya
pada saat masalah timbul diantara keduanya.
Ketika Musa a.s. secara tak sengaja membunuh seorang pegawai
kerajaan, kitapun memakluminya bila Musa muda lebih takut kepada Fir’aun
daripada takut kepada Allah. Keyakinannya sedemikian rupa sehingga dia
beranggapan bahwa bila Fir’aun tidak mampu membunuhnya ketika bayi, tentu dia
akan membunuhnya pada kesempatan tersebut. Selanjutnya Musa as. menyadari,
bahwa meskipun dia seorang pangeran akan tetapi kedudukan tersebut tidak
sedikitpun dapat memberi jaminan keselamatan baginya. Maka keputusannya adalah
dia harus pergi dari kerajaan. Dan diapun lari menuju Madyan. Subhanallah.
**
Kisah nabi Musa a.s. adalah salah satu bagian kecil dari
kekuasaan-Nya yang maha luas. Allah senang menceritakan kisah-kisahnya secara
berulang-ulang bagi kita sebagaimana kita dapatkan dalam catatan-catatan-Nya
yang terpelihara.
Setiap perkara yang hak adalah jelas. Dan Tuhan yang satu,
yang menciptakan langit dan bumi, satunya adalah jelas. Tidak ada tuhan lain
yang layak menyandang sebutan ini kecuali Allah. Sebaliknya, setiap bentuk yang
berlawanan dengan yang hak adalah batil. Perkara yang batil pun jelas. Diantara
keduanya ada perkara yang samar-samar. Maka siapa saja yang memasuki daerah
yang samar-samar tersebut, dia akan cenderung kepada yang batil.
Ketika Fir'aun mengatakan "ana robbukumul 'ala"
(Aku adalah tuhanmu yang paling tinggi), maka pernyataannya sangat jelas, bahwa
hal itu adalah batil. Dia batil karena hanya Allah-lah tuhan yang paling
tinggi. Dia batil, maka kerajaannya pun menjadi batil. Dan meskipun Musa muda
adalah seorang yang kelak Allah pilih untuk kerja kenabian, dia adalah pangeran
dari kerajaan batil.
Hari ini kita menyaksikan sendiri betapa banyak
pangeran-pangeran dari kerajaan-kerajaan batil. Barangkali juga secara tidak
sadar kita adalah salah satu dari pangeran-pangeran tersebut. Sadar atau tidak,
kita dimanjakan dalam kebatilan, lalu kita menyangka bahwa kebahagiaan kita ada
di sana. Fasilitas dan berbagai kemudahan lainnya kita dapatkan sedemikian rupa
sehingga kita merasa kebesarannya dalam hati kita. Lalu seolah-olah kita tak
akan dapat hidup tanpa fasilitas dan perlindungan dari ‘raja’ kita.
Akan tetapi kemudian sebagian kita menjadi sadar akan jati
dirinya. Sebagian lagi menginsafi bahwa hanya Allah saja yang patut dimintai
pertolongan dan hanya Dia saja yang patut disembah dan dituruti perintah2-Nya
secara mutlak. Setelah tahapan ini kitapun menyaksikan bahwa bila seseorang
menyeberangi kebathilan, maka kebathilan tersebiut akan menghabiskannya dengan
cara yang bathil. Persis seperti Raja Fir’aun yang berusaha menghabisi Pangeran
Musa.
Pangeran Musa lari ke Madyan dan di sana dia mendapat
pencerahan rohani lewat perkhidmatannya kepada nabi Syu’aib a/s. Tidak dilewati
hari-harinya kecuali dia ganti kebesaran Fir’aun yang ada dalam hatinya dengan
kebesaran Allah yang maha agung. Nabi Syu’aib a.s. sudah melakukannya dengan
baik apa yang seharusnya dia lakukan bagi Musa a.s. Dan demi usaha tersebut
(yakni menghapus kebesaran makhluk dan menggantinya dengan kebesaran Allah),
Sang Pangeran melakukannya dengan mujahadah. Bayangkan betapa susahnya
mengganti pola hidup dari serba cukup menjadi serba kurang. Dari seorang yang
biasa memerintah kepada seorang yang diperintah. Lalu kemana pangeran-pangeran
masa kini akan lari?
Sesungguhnya Allah maha pemberi petunjuk dan Dia sangat
mengasihani siapa saja dari hamba-hamba-Nya yang terbuang dan terzhalimi. Maka
Allah menunjukkan jalan itu bagi kita dan Dia sendiri menyediakan tempat-tempat
pencerahan yang banyak di muka bumi saat ini. Bila Musa a.s. lari ke Madyan
maka hendaknya kita lari secepatnya ke Masjid-masjid. Bila Musa a.s. dapat
pencerahan lewat bayan-bayan dan tarbiyah di Madyan, maka cara terdekat dengan
hal itu adalah dengan menghidupkan suasana iman-yakin yang benar di
masjid-masjid dimana kita akan mendapat pencerahan yang sama disana.
Fir’aun-Fir’aun masa kini terus mengejar kita dimana saja
kita berada di belahan bumi ini. Kita tidak punya cukup waktu untuk
berleha-leha. Sebagaimana Musa a.s. mentarbiyah dirinya sendiri sehingga mampu
kembali kepada Fir’aun dengan dakwahnya, maka kitapun mesti mentarbiyah diri
kita sendiri sedemikian rupa hingga kita dapat berdakwah kepada mereka. Allah
bersama para da’i. Dan Musa a.s. tidak membangun pasukan khusus atau
menyediakan senjata-senjata canggih untuk mengalahkan Fir’aun. Dia yakin Allah
bersamanya dan benarlah keyakinannya, lalu Allah menolongnya.
Subhanallah
*