30/11/2007

Allah Mengingatkan Kita

Masya Allah… Hari ini, ketika kita dikejutkan dengan ulah2 nakal yang mengecutkan hati, kita bertanya, 'dimanakah pertolongan Allah?'.

Ketika tudingan2 'miring' diarahkan kepada kita, segera saja kita bergegas kepada usaha pembelaan atas diri kita. Berbagai alasan diungkapkan untuk menutupi segala kelemahan kita. Hal ini dapat dikatakan sebagai sesuatu yang manusiawi, dalam artian bahwa kita punya banyak sekali poin2 kelemahan. Selanjutnya, kita menjadi sibuk dengan urusan2 yang sebenarnya merupakan urusan dan tanggung jawab Allah. Kita lupa bahwa Allah adalah sebaik-baik penjaga milik-Nya sendiri. Kita telah lupa, barangkali karena sebagian besar dari kita telah lalai dengan mengambil hak2 Allah dan mengabaikan kewajiban2 kita sendiri, baik sebagai hamba-Nya maupun sebagai khalifah-Nya.

Dengan tidak mengecilkan mereka yang sedang bekerja, sedang berusaha dan yang sedang membela ummat ini di semua front (dan sememangnya kita tidak layak untuk berbuat seperti itu), ada baiknya kita 'bercermin' kembali akan apa yang sudah kita buat pada masa2 yang telah lalu. Sejenak kita tengok ke belakang, langkah apa saja yang keliru hingga menjadikan 'wajah' kita seperti yang kita lihat di cermin pada hari ini. Dan dengan menengok kembali kepada langkah-langkah rasulullah dan para sahabatnya, kita akan menjadi tahu kesalahan dan kekeliruan kita. Dengan kesadaran ini, semoga apa saja yang belum kita buat, dapat kita kejar agar langkah2 kita selaras dengan mereka.

Adalah ketika para provokator meniupkan kebenciannya ke segala arah, rasulullah saw tetap istiqomah dengan usahanya. Ketika para provokator berusaha mengaitkan kesan bahwa rasulullah saw adalah gila, rasulullah tetap bergerak kepada setiap orang yang mungkin dijumpainya. Ketika para provokator sibuk dengan usaha mereka untuk memberi kesan negatif kepada kaum muslimin, beliau dengan dukungan para sahabatnya malah sibuk dengan dakwah kepada manusia sembari menyebarkan kebaikan. Namun demikian, ketika para provokator melancarkan hinaan, cacian, makian, hujatan dan berbagai bentuk penghinaan lainnya, banyak manusia malah mendapatkan bahwa rasulullah tidak seperti apa yang mereka provokasikan.

Rasulullah, se-olah2 tidak peduli dengan berbagai provokasi mereka untuk menjatuhkannya. Beliau seolah-olah mengabaikan usaha untuk menampik citra buruk yang dilekatkan oleh para provokator kepadanya. Mempedulikannya sama saja artinya dengan melepaskan kesempatan untuk merekrut mereka yang layak masuk dalam barisannya. Dan hebatnya, beliau tidak pernah kehilangan jalan tembus untuk mendapatkan manusia (pada saat manusia yang lain tidak melihatnya demikian) sama seperti halnya ketika beliau selalu mendapatkan jalan dan peluang untuk mendapatkan sahabat2 yang rela mendukungnya pada awal2 hari dakwahnya. Dia tidak peduli dengan batu2 keras, kerikil2 tajam, angin2 'nakal' dan debu2 yang mengganggu geraknya di atas jalanan. Beliau tidak peduli karena demikianlah ketentuan Allah yang memang harus dilaluinya.

Tujuannya jelas, bahwa beliau diutus kepada seluruh manusia untuk menjadi rahmat buat mereka (termasuk para tokoh provokator), bahkan lil 'alamin, buat seluruh alam. Kesulitan untuk mencapainya tidak boleh menghalanginya untuk sampai pada tujuannya. Kesulitan beliau yang didapat dalam perjalanannya adalah karena belum sampainya kepahaman mereka sebagaimana yang beliau pahami. Harapannya adalah bahwa bila Allah swt tidak memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada mereka, tentu akan ada benih2 ketaatan dan penghambaan kepada Allah yang akan turun dari tulang sulbi mereka.

Dari sirah nabi-Nya, kita mendapatkan bahwa pertolongan Allah selalunya turun sesudah adanya berbagai proses kesusahan dan kesulitan sebagai dampak yang timbul dari dakwah atas manusia kepada-Nya. Besar dan kualitas pertolongan-Nya adalah sebanding dengan kadar mujahadah, keikhlasan dan penderitaan di dalamnya. Melalui 'hayatunnabiy' dan 'hayatushshahabah' kitapun menjadi tahu bahwa sesungguhnya pertolongan Allah sangat dekat kepada mereka yang ada di jalan-Nya.

Masalahnya adalah, ketika Allah mengingatkan kita, kita menjadi marah kepada-Nya. Ketika datang 'utusan2-Nya' kepada kita dan mereka mengingatkan agar kita kembali kepada-Nya, kita juga marah kepada mereka. Ketika datang kepada kita orang2 yang berusaha mengaitkan kita dengan
Masjid2-Nya, kita tidak pedulikan mereka. Ketika kita diingatkan untuk peduli dengan saudara2 kita, se-olah2 kita tidak punya waktu untuk itu, padahal kita masih selalu punya waktu selagi hayat masih dikandung badan. Ketika kawan kita sendiri meminta agar kita merapatkan barisan, kita malah 'mempermalukannya'.

Maka, sebelum hari yang 'mengerikan' itu datang, kita masih punya waktu untuk berbenah diri. Orang yang paling bijaksana adalah dia yang senantiasa mempersiapkan dirinya sedemikian rupa sehingga perjumpaannya dengan hari itu tidak akan menambah kecuali keuntungan saja. Dan sebelum hari itu datang, tetap akan datang hari2 lain yang sarat dengan ujian agar dapat diketahui-Nya siapa yang paling baik amalannya, padahal Dia maha mengetahui atas segala sesuatu.

Hanya mereka yang tetap sadar (tentang status mereka), yang akan menuai keuntungan dan memperoleh yang terbaik di sisi Allah atas segala suasana dan keadaan yang dikondisikan-Nya. Mereka sadar bahwa sebagai hamba-Nya, menunaikan hak2-Nya adalah prioritas utama sebagaimana kewajiban2 yang mesti ditunaikannya. Mereka sadar bahwa sebagai ummat nabi yang mencintai nabi-Nya, melanjutkan misinya (sembari berfikir, berbuat dan bekerja seperti nabi) adalah bagian utama dari menunaikan hak2 Allah sekaligus sebagai pengabdian yang paling luhur kepada-Nya.

Allah mengingatkan kita dengan 'ancaman' Amerika. Allah juga mengingatkan kita dengan peristiwa Bali dan yang sejenisnya. Maka, ketika Amerika menjadi 'marah' kepada kita, mestinya kita menyadari bahwa hal ini adalah salah satu hasil dari kelalaian kita. Kita telah lupa dengan apa yang harus kita tunaikan kepadanya. Kita melupakan hak2 Allah dengan memberikan hanya kepada para ulama kewajiban untuk menyampaikan kepada mereka apa saja yang datang dari-Nya. Bila mereka menjadi 'marah', maka kesalahan itu ada pada kita. Kita melupakan mereka sebagaimana kita melupakan orang2 keturunan China yang tinggal di sebelah rumah kita. Ironis sekali, mereka hidup berdampingan dengan kita (bahkan dalam bilangan puluhan tahun), akan tetapi mereka sama sekali tidak mengenal siapa sebenarnya robb mereka, sebaik yang kita tahu. Terus terang, kita belum (banyak) bicara kepada mereka mengenai hal ini. Malangnya, sebagian kita bahkan melupakan orang2 kita sendiri, bahkan di rumahnya sendiri, yakni dengan merasa puas menyimpan ayat2 Allah di hati sanubarinya tanpa suatu usaha untuk mencucurkannya kepada mereka.

Maka kitapun segera tahu bahwa ternyata kita belum menunaikan hak2 Allah. Kita belum menolong agama-Nya sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Kita belum menggunakan harta, masa dan diri kita untuk kepentingan-Nya. Bila uang 'milik' kita tidak kita gunakan untuk kepentingan-Nya, tentu dia akan digunakan untuk kepentingan selain-Nya. Bila uang kita digunakan untuk kepentingan selain-Nya, maka rugilah kita. Dan bila masa kita tidak digunakan untuk kepentingan-Nya, maka dia pasti akan berlalu juga. Dan bila masa kita digunakan untuk kepentingan selain-Nya, maka rugilah kita. Rugi, karena Dia tidak akan menurunkan bantuan-Nya kepada kita.

Sebagian dari kita sudah pergi ke Bali dan kita menghamburkan uang di sana untuk me-lihat2, mengaguminya dan membanggakanya kepada yang lain. Sebagiannya juga pergi ke Amerika atau tempat2 di belahan yang lain dari bumi ini. Boleh jadi mereka mengambil keuntungan dan mendapat 'nama baik' dari kunjungan ke sana, atau mungkin juga malah mendapat 'pola fikir' mereka yang tidak dapat memahami agama ini karena kebodohan dan kedengkian mereka. Kita lupa, bahwa di sana ada saudara2 kita yang sedang merindukan Allah sedangkan mereka tidak tahu caranya. Bilangan mereka tentu lebih banyak atau sama dengan yang duduk di dekat kita di sini. Kita belum menyampaikan kepada mereka apa yang kita tahu tentang agama ini. Maka, bila saja hal ini dapat kita lakukan, tentu kecintaanlah yang akan timbul sebagai balasan dari uang dan masa yang kita belanjakan bagi mereka.

Percayalah bahwa kita masih punya waktu untuk membasuh wajah kita yang 'kotor'. Kita masih punya waktu untuk memohon ampunan-Nya sembari berusaha untuk turut meninggikan kalimah-Nya sebelum matahari terbit dari Barat. Kita bergerak ke segenap arah hingga mereka berkeinginan seperti kita. Sungguh, kita tinggi karena memiliki agama-Nya. Bila kita miskin, hendaknya kemiskinan ini tidak menghalangi niat kita untuk menjumpai mereka, karena sesungguhnya Allah maha kaya lagi pula memiliki khasanah yang tak terbatas. Bila kita tidak menguasai bahasa mereka, sesungguhnya sahabat nabi, Saad bin Abi Waqash ra., telah sampai ke China (bahkan sampai dikuburkan di Canton) justru pada saat tidak ada satupun sekolah khusus atau tempat2 kursus bahasa di dunia ini. Allah memberi jalan2 hidayah kepada siapa saja yang mau bermujahadah dan bergerak di atas jalan-Nya. Maka, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sungguh, bersama kesulitan ada kemudahan.

Subhanallah. 

16/11/2007

Belajar dari Thailand

Alhamdulillah. Bila kita berkesempatan jalan2 ke Thailand, kita akan melihat bahwa kondisi geografisnya tidak berbeda jauh dengan keadaan baik di Indonesia maupun Malaysia. Tumbuhan dan pepohonan yang menjadi 'busana' negeri inipun serupa dengan yang menyelimuti tanah2 dan kebun2 di negeri2 sebelah Salatannya.

Saya bermaksud menceritakan sedikit yang saya tahu mengenai Thailand dalam kaitannya dengan dakwah. Semoga laporan ini ada manfaatnya buat kita semua. Terus terang, saya sendiri tidak tahu banyak mengenai keadaan di berbagai pelosok Thailand, khususnya di Thailand Selatan di mana populasi muslim banyak terkonsentrasi di sana. Meskipun demikian, mungkin saya lebih beruntung karena saat ini saya berada di Thailand sehingga beberapa hal mengenai negeri ini dapat saya tanyakan secara langsung kepada saudara2 kita di sini.

Pada kesempatan saya ke Nakhon Si Thammarat beberapa hari yang lalu dan dari beberapa kali perbincangan dengan saudara muslim di Thailand mengenai saudara2 kita yang ‘berseberangan’ dengan pihak kerajaan, saya mendapatkan kesan bahwa justru sebagian besar kaum muslim di Thailand 'mensyukuri' keadaannya saat ini. Hanya sedikit saja dari mereka yang masih ‘bandel’ terhadap keinginan mayoritas muslim di sana untuk tetap 'berintegrasi' dengan Thailand.

Ada beberapa kelompok kecil yang terpisah yang masih bergerak saat ini yang ‘berseberangan’ dengan pihak kerajaan. Dari mereka ada yang mengatas-namakan Islam dalam perjuangannya, ada yang demi kejayaan ‘puak’ Melayu dan sebagian lagi berupa kelompok-kelompok mafia yang melibatkan warga dari beberapa negara lain.

Sebagaimana kita maklumi, dahulu Thailand Selatan penuh dengan kecamuk perang (saudara). Sejak kesadaran dakwah mulai tumbuh di kalangan muslim Thailand, yakni sekitar akhir tahun 1970-an, banyak dari mereka yang meletakkan senjata mereka untuk bergabung dengan rombongan2 dakwah yang bergerak seperti angin, yang memasuki setiap lorong dan rumah2 di perkampungan2 muslim. Fikir mereka telah berubah dari rencana memisahkan diri dari kerajaan Thai kepada usaha dakwah dengan penekanan pada bagaimana agar Allah swt berkenan menurunkan hidayah-Nya (khususnya di seluruh bagian negeri ini).

Sekedar informasi, beberapa yang lalu, saya sempat berjumpa dengan beberapa orang Aceh yang membawa beberapa orang utusan gubernur Aceh untuk buat studi banding di Thailand Selatan. Mereka datang setelah gubernur Aceh mengumpulkan berbagai ormas Islam di propinsi ini untuk mendengar pendapat mereka dan merumuskan 'model' bagi Aceh yang akan diambil dan diusahakan selanjutnya. Salah satu alternatifnya, mereka mengirim utusan khusus untuk datang ke sini.

Perubahan demikian telah menyenangkan pihak kerajaan. Segera setelah itu sarana dan prasarana dibangun untuk lebih menguatkan ‘ikatan’ daerah Selatan dengan pusat. Sememangnya harus demikian karena daerah Selatan banyak menyimpan potensi untuk bisnis di bidang pariwisata karena keindahannya. Dengan cara demikian juga pihak kerajaan coba ‘menaruh hati’ kepada mereka. Segera setelah itu migrasi alamiah telah terjadi dengan banyaknya orang Selatan yang datang ke Utara.

Hari ini, ketika sekian tahun telah berlalu, banyak kemajuan yang justru menguntungkan bukan saja bagi pihak kerajaan akan tetapi juga bagi ummat Islam di sana. Kerugian2 tertentu tentu saja ada, akan tetapi hal itu tertutupi dengan kemajuan dakwah yang luar biasa pesat baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Berikut ini beberapa gambarannya.

Ketika seorang Amerika menghina Raja Thai, kita tahu bagaimana marahnya rakyat yang sangat mencintai raja mereka. Demikian kecintaan mereka sehingga mereka akan menyungkur sujud ketika jumpa dengan rajanya. Kita tak dapat bayangkan bagaimana bila seorang rakyat Thai berlaku tidak sopan kepada rajanya. Namun demikian, setiap rakyat Thai yang memperhatikan tayangan pelantikan para menteri mereka akan mendapatkan seorang muslim yang tidak melakukan sembah sujud (sebagaimana kebiasaan rakyat Thai). Demikianlah yang dilakukan oleh Menteri Wan Muhammad dan beberapa orang pendahulunya, dan rakyat Thai dapat menerima hal demikian.

Satu hal yang diingat baik oleh orang muslim di sana adalah kenyataan bahwa raja mereka pernah menyatakan dalam kesempatan memberi nasehat dalam suatu even olahraga agar mereka mencontoh orang-orang muslim. Katanya, meski mereka berkumpul dalam jumlah besar, tidak ada ada kegaduhan dan perkelahian di sana.

Perpindahan penduduk muslim juga memberi berkah bagi kemajuan Islam secara kuantitas di sana. Meski diakui bahwa pemahaman kebanyakan muslim kepada dienul Islam sendiri masih tergolong rendah, banyak orang Budha yang masuk Islam. Selain melalui hubungan antar kawan, pernikahan juga membantu meningkatkan jumlahnya. Juga, selain orang Thai asli, pendatang-pendatang muslim dari berbagai negara yang mengawini gadis2 Thai menambah jumlah populasi muslim di sana.

Selanjutnya, bila kita melewati beberapa jalan utama dan jalan tol di sana, kita akan mendapati bangunan-bangunan masjid dengan menara yang menjulang dengan anggunnya. Banyak di antaranya masih dalam taraf pembangunan. Masjid2 yang di bina di negeri Budha, sungguh, ini satu tanda penerimaan oleh mereka.

Dan bila suatu ketika kita datang ke negeri ini, rasanya juga tidak terlalu sulit untuk mendapatkan makanan halal. Pedagang2 muslim akan menambahkan lambang bulan bintang pada papan nama mereka. Biasanya bila yang menjual seorang muslimah kita akan mengenalinya dengan jilbabnya. Umumnya orang Thai akan dengan senang hati menunjukkan dimana saja kita boleh mendapatkan makanan yang halal.

Lebih mengesankan lagi adalah bahwa setiap produk makanan dari hasil produksi (bahan mentah seperti kacang ijo sampai pasta gigi) yang bertanda halal ada nomor registrasinya. Majelis ulama di bidang ini akan mengeceknya secara periodik. Ketika pertama kali saya datang, Kentucky Fried Chicken di bandara dan di tempat lain memasang logo halal (khas Thailand). Akan tetapi ketika issue boykot atas produk Amerika merebak, saya tidak mendapati logo itu lagi di pintu masuknya. Masya Allah...

Orang2 muslim Thai bangga dengan Indonesia. Mereka melihatnya sebagai negara muslim yang besar. Mereka mempercayai bahwa apa saja yang datang dari Indonesia berupa produk yang mereka import adalah baik dan halal, meski tidak ada logo halal sekalipun. Mereka percaya bahwa yang datang dari Indonesia diolah oleh orang-orang Islam. Bagaimana pula sikap kita atas kepercayaan mereka yang penuh demikian?

Banyak lagi kemajuan yang positif dari perkembangan dakwah di sana. Bahkan sebagian orang meyakini bahwa keberkahan atas usaha dakwah ini telah Allah turunkan ke negeri ini. Sebenarnya negeri ini tidak sekaya Indonesia dalam hal potensi alam dan kandungan buminya. Mungkin karena dasar ini jugalah maka tidak sebuah negarapun yang tertarik untuk menjajahnya pada zaman penjajahan dulu. Akan tetapi hari ini kita tidak dapat menolak kenyataan bahwa justru kita banyak mengimport dari negeri ini. Lihatlah bagaimana ada beras Siam, gula Thai, ayam Bangkok, durian Bangkok, jambu Bangkok dan lain sebagainya.

Luar biasa, dalam kesempatan berkumpul di Nakhon Si Thammarat, rekan saya melaporkan adanya biksu2 yang datang dan bergabung untuk mendengarkan penjelasan2 agama yang menyentuh hati. Mereka menggunakan pakaian Melayu tanpa songkok atau tutup kepala. Saya sendiri mendapati seorang biksu dengan pakaian kuningnya yang sedang ‘khusyu’ mendengarkan penjelasan dari pihak kita. Adakah ini tanda awal tentang akan datangnya mereka secara berbondong-bondongnya kepada agama Allah? Allahu'alam dan kita berharap demikian.

Meski demikian, bila ahli2 dakwah mereka yang rendah hati berjumpa dengan orang2 Indonesia atau Malaysia, mereka akan mengatakan bahwa mereka telah belajar dari orang2 tua dulu yang datang dari Malaysia dan Indonesia. Hebatnya, dalam keadaan rendah hati seperti itu, mereka tidak hanya eksport produk hasil industri saja, akan tetapi mereka juga telah eksport ahli2 dakwahnya ke manca negara.

Subhanallah. 

03/11/2007

Roymeikit

Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Sungguh, tidak ada kata yang lebih indah yang boleh kita ucapkan sebagai ungkapan kebahagiaan di sini daripada ucapan puji syukur kepada-Nya. Hari ini sebagian orang yang beruntung telah menyaksikan bagaimana satu ruangan tempat Allah dilupakan di Roymeikit telah berganti dengan balai atau musholla di mana Allah diagungkan di dalamnya.

Roymeikit adalah satu kawasan di distrik Banglamong. Tempat ini dapat dicapai dari Bangkok sebelum memasuki Pattaya yang terkenal. Sebagaimana banyak kawasan lainnya di Thailand, tempat ini dihuni oleh mayoritas masyarakat Budha. Meski demikian, Roymeikit memiliki komunitas muslim sekitar 8 sampai 10 keluarga yang terkonsentrasi di dekat suatu sekolah yang terletak tidak jauh dari jalan raya utama Bangkok-Pattaya.

Beberapa bulan yang lalu, fikir mengenai saudara-saudara muslim di tempat ini telah muncul dalam musyawarah harian di marhalla kami, masjid Tunkebuk, Naklea, Pattaya. Segera setelah musyawarah, beberapa orang yang telah diputuskan berkunjung ke sana. Tidak ada kesan bahwa daerah ini dihuni oleh kaum muslimin, selain bahwa beberapa orang dari mereka berasal dari Selatan Thailand yang berbahasa Melayu.

Diantara mereka, satu orang namanya Cema memiliki rumah tingkat dengan satu bangunan khusus di depan rumahnya lengkap dengan meja billiard (mereka bilang snooker). Sebagaimana penuturannya sendiri, dulunya tempat ini adalah tempat berkumpulnya mereka yang hobby billiard sekaligus taruhannya. Dia sendiri termasuk yang sibuk dengan permainan ini hari2 dari sekitar jam 4 petang sampai jam 2 dini hari.

Beberapa di antara mereka sangat senang dengan kunjungan2 kami. Maka setelah beberapa kali khususi (silaturrahmi) kepada mereka, kami sepakat untuk buat gast kedua dan sesuai dengan kesediaan tuan rumah, rumah tingkat tersebut dijadikan tempat kami berkumpul untuk sholat berjamaah sekaligus untuk bayan atau ceramah agama.

Saya, yang berasal dari Indonesia, merasa beruntung dapat terlibat dengan kegiatan yang mulia ini di sana. Usaha atas hati-hati manusia ini telah dijalankan dengan hati-hati. Namun demikian, usaha ini dibuat dengan memudahkan banyak hal yang menjadikan kami semua senang melakukannya. Ada tiga orang tempatan (termasuk tuan rumah) yang istiqomah dan tawajuh dalam program ini.

Bayan telah dibuat banyak kali dengan memberikan kabar2 gembira dan fadha’il amal. Awalnya, tasykil dibuat hanya untuk meluangkan waktu bagi amalan agama secara umum. Ketika usaha ini berlanjut, kami bermusyawarah untuk buat peningkatan dalam hal tasykil sesudah bayan. Selanjutnya keputusan musyawarah adalah buat tasykil agar orang tempatan mau datang dalam program ‘gast satu’ kami.

Alhamdulillah dua orang telah datang ke marhalla kami setelah dua pekan sejak tayskilan dibuat. Sebagaimana biasa, dalam gast satu, kami buat tasykil untuk keluar di jalan Allah. Luar biasa. seorang dari Roymeikit telah berbisik kalau dia mau ikut keluar.

Menjelang keluar 3 hari pada bulan Mei dari marhala Tunkebuk, kami musyawarah untuk buat tasykil macam apa pada hari gast ke dua di Roymeikit. Ketika disampaikan adanya bisikan dari Roymiekit bahwa diantara mereka ada yang berniat keluar 3 hari, maka diputuskan agar tasykilnya adalah keluar 3 hari.

Masya Allah, kerja ini, yaitu kerja atas hati manusia, punya kesan yang mendalam terhadap hati dan pola fikir manusia, selama kerja ini dibuat dengan hati-hati dan sungguh2 tanpa menghilangkan kesan kemudahan dalam menjalankannya. Bersamaan dengan adanya tasykil untuk keluar 3 hari, Cema, pemilik rumah tingkat tersebut, telah menyampaikan hasratnya untuk menjual meja billiardnya untuk keperluan menyempurnakan bangunannya menjadi sebuah balai atau mushala yang sederhana.

Keinginan dan maksud yang baik ini selanjutnya dibawa dan masuk ke dalam agenda musyawarah halaqoh. Musyawarah memang membawa berkah dan memberi kemudahan. Beberapa orang telah menyanggupi ‘membeli’ meja tersebut sekaligus merelakannya untuk dihancurkan.

Keluar 3 hari telah dibuat dengan kesan yang bagus, yang menyebabkan Cema dan Beli berniat bulat untuk keluar dalam bulan ini secara bersama, insya Allah.

Dengan cara ‘gotong-royong’, hari ini meja billiard itu telah dihancurkan. Bagian yang masih boleh digunakan dibiarkan agar dapat beralih kepada manfaat yang lebih baik. Dan dengan cara yang sama, hari ini balai yang sederhana itu telah rampung dan siap untuk digunakan bagi sholat berjamaah. Mereka bertekad untuk ‘menebus’ kelalaian dahulu dengan amalan sunnah. dan mereka minta agar kita semua mendoakan mereka. Semoga Allah swt. memberi taufiq dan hidayah-Nya hingga agama ditinggikan disana dan cahayanya menembus ke seluruh alam. 

Subhanallah. 

Doa Jodoh

Alhamdulillah. Nabi Musa (as) berdoa, "Robbi innii limaa anzalta ilayya min khairin faqier." Artinya: Ya Tuhanku, sesungguhny...