Salah satu kesukaan Allah (swt) adalah bahwa Dia memberikan kegembiraan kepada hamba2 yang disenangi-Nya dari arah dan dengan cara yang tak pernah diduga sebelumnya. Adakalanya seorang hamba menderita berkepanjangan (hingga se-olah2 tidak ada secercah cahayapun yang dapat diharapkannya) sehingga dia mendekati pintu keputus-asaan yang tidak diinginkannya. Dalam keadaan itu, tiba2 Allah memberinya 'surprise' diluar daya jangkau akal manusia. Dan banyak lagi keadaan dimana se-olah2 Allah menunda, menumpuk dan mengumpulkan kegembiraan (yang menjadi hak hamba-Nya) agar dapat diterima oleh sang hamba dalam kadar yang besar, yang akan menghapus segala kesedihan dan duka cita sebelumnya.
Sesungguhnya kegembiraan yang sebenarnya hanya dapat dirasakan oleh mereka yang telah melalui tahapan2 mujahadah, musibah, derita, duka lara dan hal2 lain yang sejenisnya. Dan kebahagiaan sejati ada pada mereka yang mendapatkannya ketika dihilangkan darinya segala bentuk kemalangan dan kesengsaraan. Bila hari ini kita belum memiliki dan merasakannya, barangkali karena kita belum pernah atau bahkan tidak mau untuk menderita. Barangkali karena hal itu pulalah maka kita belum lagi mendapat 'surprise' dari Allah (swt).
Sebagian besar dari kita memang belum siap menderita. Dalam banyak hal, kita juga belum siap untuk bermujahadah di jalan-Nya. Padahal, tidak ada setitik keringat atau setetes air mata atau bahkan setitik darah yang jatuh di jalan-Nya kecuali pasti dan pasti Allah membalasnya dengan ganjaran yang amat besar. Lalu berapa besarnya ganjaran dari Allah? Hanya Dia saja yang tahu secara pasti. Namun demikian, sedikit gambarannya adalah bahwa dunia (yang nampak luas dan memiliki hal2 yang banyak diingini manusia ini) di sisi-Nya tidak lebih berharga daripada sekepak sayap seekor nyamuk.
Apabila kita belum siap menderita, maka saudara2 kita yang saat ini menderita adalah lahan subur bagi kita agar kita dapat menuai hasilnya di hari kemudian, yakni dengan cara menolong mereka. Mereka yang menderita ada di mana2, bahkan terserak di setiap pelosok bumi dimana manusia ada di sana. Mereka ada 'disini' (di sekitar tempat tinggal kita) dan ada 'disana' (di tempat2 yang jauh dari kita berada). Adakalanya kita malah dapat melihat mereka di tempat yang jauh dan gagal untuk menemukan mereka di sekitar kita.
Apabila kita belum siap menderita, maka hari Asyura (10 Muharram) adalah hari istimewa buat kita untuk memulai sesuatu yang disukai Allah. Di kampung kita, selalu ada saja mereka yang tidak beruntung memiliki ayah (dan atau ibu). Mereka yatim dan tidak memiliki sandaran yang kepadanya anak2 kecil dapat bergantung dan bermanja. Atau ada kalanya mereka memilikinya secara dzahir, namun tidak demikian pada kenyataan hariannya.
Anak2 yatim adalah tanggung jawab orang2 seluruh kampung. Ayah (dan atau ibu) bagi mereka yang yatim adalah kita semua yang tinggal dalam kampung dimana mereka tinggal. Anak2 ini adalah 'anak bersama'. Hak mereka sama sebagaimana hak anak2 lainnya. Dan hak mereka dari orangtua adalah mendapat nafkah, pendidikan, nasehat yang baik dan menikahkannya bila sudah tiba masanya. Maka, cukuplah satu kampung termasuk kedalam golongan kampung2 yang durhaka kepada Allah (swt) bila tidak ada seorangpun di dalamnya yang peduli kepada anak yatim. Dan jika mereka yang memiliki hak2 tersebut teraniaya lalu berdoa kepada Allah dengan doa yang mereka sukai, niscaya Allah (swt) akan mengabulkannya secara 'cash'.
Peduli kepada anak2 yatim bukan saja pada hari2 yang tertentu. Akan tetapi, apabila kita melupakan mereka karena kesibukan kita pada hari2 yang telah lalu, maka saat2 seperti hari ini adalah satu momentum yang baik untuk kembali mengingat mereka. Lebih daripada itu, Allah (swt) telah berjanji untuk meninggikan derajat hamba2-Nya sebanyak bilangan rambut anak yatim yang dilalui tangannya. [1]
Dan demi kasih sayang kita kepada ahli keluarga kita, kita berkeinginan agar istri (atau suami) kita, anak2 kita, ibu-bapak kita, saudara2 kita, handai-taulan kita termasuk ke dalam golongan hamba2 Allah yang tinggi derajatnya. Maka, kesempatan untuk membelai anak yatim tak boleh lepas dari kita. Tentu saja, kita tidak sekedar membelai kepala mereka, tetapi juga dengan memberikan belanja yang layak dan sesuai bagi mereka. [2]
Subhanallah
*
Catatan kaki:
[1] Rasulullah (saw) bersabda, "Barangsiapa yang membelai kepala anak yatim benar2 karena Allah (dengan rasa kasih sayang), maka Allah akan memberinya pada setiap rambut yang dibelai tangannya beberapa hasanah (pahala)." (HR Ahmad)
[2] Barangsiapa yang meluaskan (nafkah) kepada keluarganya pada hari Asyura', maka Allah akan melapangkan (rizkinya) selama setahun itu. (HR. At-Thabraniy, Al-Baihaqi dan Ibnu Abdil Barr) Keterangan: Asy-Syabaniy berkata, "Semua jalurnya lemah." Al-Iraqi berkata, "Sebagian jalur dari Abu Hurairah dishahihkan oleh Al-Hafidz Ibnu Nashir." Jadi menurutnya hadits ini hasan; Ibnul Jauzi menulisnya di dalam kumpulan hadits palsu, Tamyizuth-Thayyib minal Khabits, no. 1472, Tanbihul Ghafilin, 1/367; Imam As-Suyuthi mengatakan, "Telah diriwayatkan tentang keutamaan meluaskan nafkah sebuah hadits dhaif." Imam Ahmad mengatakan, "Hadits ini tidak ada asalnya, ia tidak bersanad kecuali apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah dari Ibnul Muntasyir, sementara ia adalah orang Kufah, ia meriwayatkan dari seorang yang tidak dikenal." (Al-Ibda', Ali Mahfudz, 150)
*
Sesungguhnya kegembiraan yang sebenarnya hanya dapat dirasakan oleh mereka yang telah melalui tahapan2 mujahadah, musibah, derita, duka lara dan hal2 lain yang sejenisnya. Dan kebahagiaan sejati ada pada mereka yang mendapatkannya ketika dihilangkan darinya segala bentuk kemalangan dan kesengsaraan. Bila hari ini kita belum memiliki dan merasakannya, barangkali karena kita belum pernah atau bahkan tidak mau untuk menderita. Barangkali karena hal itu pulalah maka kita belum lagi mendapat 'surprise' dari Allah (swt).
Sebagian besar dari kita memang belum siap menderita. Dalam banyak hal, kita juga belum siap untuk bermujahadah di jalan-Nya. Padahal, tidak ada setitik keringat atau setetes air mata atau bahkan setitik darah yang jatuh di jalan-Nya kecuali pasti dan pasti Allah membalasnya dengan ganjaran yang amat besar. Lalu berapa besarnya ganjaran dari Allah? Hanya Dia saja yang tahu secara pasti. Namun demikian, sedikit gambarannya adalah bahwa dunia (yang nampak luas dan memiliki hal2 yang banyak diingini manusia ini) di sisi-Nya tidak lebih berharga daripada sekepak sayap seekor nyamuk.
Apabila kita belum siap menderita, maka saudara2 kita yang saat ini menderita adalah lahan subur bagi kita agar kita dapat menuai hasilnya di hari kemudian, yakni dengan cara menolong mereka. Mereka yang menderita ada di mana2, bahkan terserak di setiap pelosok bumi dimana manusia ada di sana. Mereka ada 'disini' (di sekitar tempat tinggal kita) dan ada 'disana' (di tempat2 yang jauh dari kita berada). Adakalanya kita malah dapat melihat mereka di tempat yang jauh dan gagal untuk menemukan mereka di sekitar kita.
Apabila kita belum siap menderita, maka hari Asyura (10 Muharram) adalah hari istimewa buat kita untuk memulai sesuatu yang disukai Allah. Di kampung kita, selalu ada saja mereka yang tidak beruntung memiliki ayah (dan atau ibu). Mereka yatim dan tidak memiliki sandaran yang kepadanya anak2 kecil dapat bergantung dan bermanja. Atau ada kalanya mereka memilikinya secara dzahir, namun tidak demikian pada kenyataan hariannya.
Anak2 yatim adalah tanggung jawab orang2 seluruh kampung. Ayah (dan atau ibu) bagi mereka yang yatim adalah kita semua yang tinggal dalam kampung dimana mereka tinggal. Anak2 ini adalah 'anak bersama'. Hak mereka sama sebagaimana hak anak2 lainnya. Dan hak mereka dari orangtua adalah mendapat nafkah, pendidikan, nasehat yang baik dan menikahkannya bila sudah tiba masanya. Maka, cukuplah satu kampung termasuk kedalam golongan kampung2 yang durhaka kepada Allah (swt) bila tidak ada seorangpun di dalamnya yang peduli kepada anak yatim. Dan jika mereka yang memiliki hak2 tersebut teraniaya lalu berdoa kepada Allah dengan doa yang mereka sukai, niscaya Allah (swt) akan mengabulkannya secara 'cash'.
Peduli kepada anak2 yatim bukan saja pada hari2 yang tertentu. Akan tetapi, apabila kita melupakan mereka karena kesibukan kita pada hari2 yang telah lalu, maka saat2 seperti hari ini adalah satu momentum yang baik untuk kembali mengingat mereka. Lebih daripada itu, Allah (swt) telah berjanji untuk meninggikan derajat hamba2-Nya sebanyak bilangan rambut anak yatim yang dilalui tangannya. [1]
Dan demi kasih sayang kita kepada ahli keluarga kita, kita berkeinginan agar istri (atau suami) kita, anak2 kita, ibu-bapak kita, saudara2 kita, handai-taulan kita termasuk ke dalam golongan hamba2 Allah yang tinggi derajatnya. Maka, kesempatan untuk membelai anak yatim tak boleh lepas dari kita. Tentu saja, kita tidak sekedar membelai kepala mereka, tetapi juga dengan memberikan belanja yang layak dan sesuai bagi mereka. [2]
Subhanallah
*
Catatan kaki:
[1] Rasulullah (saw) bersabda, "Barangsiapa yang membelai kepala anak yatim benar2 karena Allah (dengan rasa kasih sayang), maka Allah akan memberinya pada setiap rambut yang dibelai tangannya beberapa hasanah (pahala)." (HR Ahmad)
[2] Barangsiapa yang meluaskan (nafkah) kepada keluarganya pada hari Asyura', maka Allah akan melapangkan (rizkinya) selama setahun itu. (HR. At-Thabraniy, Al-Baihaqi dan Ibnu Abdil Barr) Keterangan: Asy-Syabaniy berkata, "Semua jalurnya lemah." Al-Iraqi berkata, "Sebagian jalur dari Abu Hurairah dishahihkan oleh Al-Hafidz Ibnu Nashir." Jadi menurutnya hadits ini hasan; Ibnul Jauzi menulisnya di dalam kumpulan hadits palsu, Tamyizuth-Thayyib minal Khabits, no. 1472, Tanbihul Ghafilin, 1/367; Imam As-Suyuthi mengatakan, "Telah diriwayatkan tentang keutamaan meluaskan nafkah sebuah hadits dhaif." Imam Ahmad mengatakan, "Hadits ini tidak ada asalnya, ia tidak bersanad kecuali apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah dari Ibnul Muntasyir, sementara ia adalah orang Kufah, ia meriwayatkan dari seorang yang tidak dikenal." (Al-Ibda', Ali Mahfudz, 150)
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar