18/07/2008

Siapa Sedia?


Subhanallah. Bila kita merasa puas dengan apa yang sudah kita dapatkan berupa kedudukan, fasilitas dan keuangan, lalu kita menjadi terikat dengannya, maka saudara2 kita yang sering kita pandang hina (karena tidak setinggi kita), sebenarnya lebih baik daripada kita. Mereka mempunyai banyak waktu, sedangkan kita ‘tidak punya’ waktu. Malangnya, kita menolak untuk dikategorikan sebagai orang yang miskin.

Kebanyakan manusia selalu mengejar apa yang paling mahal harganya. Tahukah kita berapa besar nilai silaturahmi? Sejujurnya, kita tidak mengetahuinya, karena itu kita mengabaikannya. Malangnya, kita menolak dikatakan bodoh. Sudah nyata bahwa kita tidak tahu nilai silaturrahmi dan kitapun tidak melakukannya karena ‘tak ada waktu’, akan tetapi kita menolak untuk dikatakan orang miskin bodoh.

Kita mengetahui bahwa orang2 muslim dimana saja berada adalah saudara2 kita. Mereka adalah orang2 yang akan Allah tanyakan perihalnya ketika kita masuk kubur. Atas pertanyaan siapa saudara2-mu, maka amal silaturrahmilah yang akan menjawabnya. Maka beruntunglah mereka yang menjaga silaturrahmi dengan saudara2-nya, baik yang dikenal ataupun tidak, di negerinya atau di negeri2 lain. Bukti2 silaturrahmi senantiasa tercatat dan terpelihara (dengan cara yang karena kebodohan kita, kita belum mengetahuinya). Namun demikian, hanya silaturrahmi yang bersih dari maksud dunia dan yang tercatat atas dasar untuk menyenangkan Allah saja yang akan bernilai di sisi-Nya.

Kepada saudara2 kita yang sudah kita kenal, barangkali kita sering mengunjunginya. Lalu bagaimana dengan saudara2 kita yang jauh, yang tinggal di ujung2 dunia? Apakah mereka tidak layak untuk dikunjungi? Sebagai saudara kita, apakah hak mereka tidak layak untuk dipenuhi? Apabila kita tidak mendatangi mereka, lalu bagaimana pula kita boleh saling menasehati? Dan bagaimana pula kita boleh saling berkasih sayang? Bukankah pepatah orang tua mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang?

Di banyak kawasan, bahkan di negeri kita, banyak muslim yang belum lagi fasih mengucapkan Laa ilaaha illallah, bahkan sebagiannya sulit mengucapkan lafadz Allah. Bila mereka sulit mengatakan kalimah2 utama yang paling sering diucapkan oleh seorang muslim, kira2 bagaimanakah dengan kalimah2 yang lain? Bagaimana pula dengan bacaan2 sholat? Bagaimana pula halnya dengan tilawah Al-Qur’an?

Beberapa saudara2 muslim dari Philipina telah mengatakan kepada saya, bahwa mereka telah berjumpa dengan orang2 muslim di beberapa pulau di perairan Indonesia yang letaknya dekat dengan negerinya. Katanya, mereka mengaku muslim, bahkan ada yang memiliki kalung dengan tulisan Allah, tetapi mereka tidak dapat menyebut lafazd Allah.

Ini kenyataan. Lalu, siapa yang bersedia datang ke sana? Kualitas kita akan segera nampak dari jawaban2 kita. Kita mengelak dengan alasan bahwa kita bukan ‘jebolan’ pondok-pesantren. Kita menolaknya dengan cara menyerahkan tugas ini kepada para ulama. Kita berdalih bahwa kita terikat dengan pekerjaan. Kita katakan bahwa keluarga kita pun masih memerlukan bimbingan. Selanjutnya kita keluarkan dalil2 untuk membenarkan ‘keuzuran’ kita. Dan inilah potret kualitas kita.

Tidak ada paksaan dalam urusan ini. Mereka bebas untuk menentukan bentuk akhir hidup mereka sendiri: Apakah dapat mengucapkan kalimah2 Allah (sebagaimana dia sampaikan dalam masa hidupnya) atau tidak; Apakah kelak dikasihi oleh seluruh makhluk atau hanya ditangisi keluarganya.

Mereka juga bebas untuk menentukan bentuk kepemilikannya di akhirat: Apakah suka berdiam di tempat (semisal disiksa di neraka) atau bergerak terus (di surga yang luas tak terkira) lebih daripada sebagaimana dia melakukan silaturrahmi ke pelosok2 dunia selama hidupnya di dunia.

Subhanallah. 
*

Tidak ada komentar:

Doa Jodoh

Alhamdulillah. Nabi Musa (as) berdoa, "Robbi innii limaa anzalta ilayya min khairin faqier." Artinya: Ya Tuhanku, sesungguhny...