Subhanallah. Banyak diantara kita yang terlalu `josh' atau terlalu
bersemangat dalam usaha agama sehingga kadang2 kita justru terjebak dalam
gambaran kita sendiri yang sering salah. Dalam keadaan seperti ini kita ingin
memberi citra kepada yang lain bahwa kehidupan kita adalah sebagaimana
kehidupan para sahabat (Rasulullah saw). Selanjutnya kita berkeinginan untuk
lari dari kenyataan bahwa hari ini sebenarnya kita masih seorang dokter, masih
seorang engineer, masih seorang accountant, atau mungkin hari ini kita masih
seorang supir taksi, masih seorang pekerja di hotel atau barangkali juga kita
masih seorang pekerja yang banyak berhubungan dengan maksiat.
Abdurrahman Shahab, seorang `buzruk' dari India, bercerita tentang
bagaimana seharusnya kita menyikapi diri kita dan orang lain dalam usaha agama.
Suatu hari dalam satu pertemuan besar di India, datang kepadanya seorang
Amerika yang hitam dan tinggi besar (katanya, mungkin 2 meter lebih tingginya).
Dia berhajat agar beliau menjadi penterjemah atas masalah yang ingin
disampaikannya kepada Hadzratjee, yakni seorang yang dipandangnya lebih sepuh
dan lebih layak kepada siapa dia akan bertanya.
Ketika berjumpa dengan Hadzratjee, maka sang warga Amerika
menanyakan apakah dia boleh berhenti dari pekerjaannya dan beralih kepada
profesi yang pernah ditekuninya selama di universitas, yakni pada bidang
engineering. Atas pertanyaan Hadzratjee, warga Amerika tersebut menyatakan
bahwa dia ingin lebih banyak punya waktu untuk agama ini. Menurutnya, ketika
keluar di jalan Allah, dia mendapatkan penjelasan2 yang sangat berkesan,
kepahamannya semakin baik dan dia berniat untuk memberi waktu lebih banyak
kepada agama dan usaha atasnya.
"Apa profesimu saat ini?"
"Pemain basket ball. Saat ini saya adalah peringkat ke-2
terbaik di dunia."
"Berapa pendapatanmu?"
"Banyak… banyak sekali, jutaan dollar." jawabnya dengan
bangga.
"Bila kamu tidak lagi bermain basket, dimana kamu akan
mendapatkan pendapatanmu?"
"Saya akan menjadi konsultant di bidang engineering, saya
punya background-nya."
"Berapa yang akan kamu dapat dari pekerjaan itu?"
"Tidak banyak… akan tetapi saya akan punya banyak waktu
dengannya."
"Menurutmu, apakah kegiatanmu saat ini menyalahi
syariat?"
"Tidak."
"Ketika kamu bermain basket, adakah hal itu mengganggu
sholatmu?"
"Tidak, bahkan bila perlu saya akan sholat di lapangan."
"Kalau begitu kembalilah ke negerimu dan jadilah orang nomor
satu di dunia."
Beberapa tahun kemudian, dia benar2 kembali dan menyatakan bahwa
dia telah jadi orang nomor 1 dunia dalam basket ball.
Hadzratjee melihat bahwa orang sesibuk dan sekaya warga Amerika
tersebut masih dapat memberi masanya untuk mengamalkan agama. Kesibukannya dan
hartanya tidak menghalanginya untuk keluar di jalan Allah. Orang seperti ini
mestinya akan mampu me-`manage' lebih baik lagi bagi `keduniaannya' pada saat
kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya semakin baik. Lagi pula orang seperti
ini adalah pilihan Allah agar dia berusaha atas orang lain di lingkungannya.
Allah menjadikan dia da'i di antara `kaum' pemain basket. Keputusan untuk
membiarkan dia merubah profesinya tentunya akan menjadi keputusan yang tidak
bijaksana.
Subhanallah.
*