Alhamdulillah. Nabi Muhammad saw. adalah Rasulullah, hamba-Nya
sekaligus kekasih-Nya. Tidaklah seseorang termasuk ke dalam golongan mereka yang
berilmu dan berpengetahuan lagi lapang dada, kecuali mengakuinya demikian.
Kehadirannya di dunia ini dan apa-apa yang dilakukannya membenarkan apa yang
telah diberitakan para nabi dan utusan Allah sebelumnya. Seakan-akan dunia ini
dicipta hanya untuk menyempurnakan kehadirannya, akan tetapi memang demikian
kehendak Allah terhadap kekasih-Nya.
Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela dilahirkan sebagai
anak yatim. Bapaknya meninggal pada saat awal-awal lagi sebelum dia lahir.
Salah satu tanda kerelaannya adalah dia tumbuh dan berkembang menjadi seorang
anak yang terpuji, baik tingkah laku maupun perangainya. Adalah suatu kenyataan
bahwa dia mencintai anak-anak yatim dan dia mencintai orang-orang yang
mencintai anak-anak yatim.
Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela beristrikan Khadijah
ra. yang janda. Salah satu tanda kerelaannya adalah dia tidak mencari istri
lain hingga Allah swt. sendiri menarik istrinya ke haribaan-Nya dan menetapkan
batasan waktu bagi pendampingannya (yang sekitar 25 tahun). Dia mencontohkan
kepada kita agar kita iba dan kasih kepada mereka yang janda.
Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela untuk binasa demi
dakwah atau usaha agama. Salah satu tanda kerelaannya adalah seperti yang
terkandung dalam kata-katanya ketika para pemuka Quraisy datang kepada pamannya
untuk menghentikan usaha yang dilakukannya. Mereka menawarkan harta, wanita,
dan kedudukan yang sangat menjanjikan kepadanya. “Wahai paman, sekiranya mereka
bisa meletakkan matahari di tangan kanan dan bulan di tangan kiri, niscaya aku
tidak akan berhenti dari usaha ini atau aku binasa karenanya.”
Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela dihina dan disakiti
demi ketinggian dan tersebarnya agama yang haq. Salah satu tanda kerelaannya
adalah ketika malaikat menawarkan jasa kepadanya untuk menghancurkan penduduk
Tha’if yang menzhaliminya, dia malah menenangkan malaikat yang ‘emosi’, karena
menurutnya kaum tersebut adalah kaum yang belum paham. Bila saja tidak mereka,
tentu anak cucu mereka yang akan menerima agama ini. Dia mengajarkan cara
terbaik untuk menyebarkan agama yaitu dengan landasan korban atas diri sendiri
tanpa perlu menghancurkan mereka yang justru merupakan lahan dakwah.
Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela mengunjungi mereka
yang berasal dari kelas bawah. Salah satu tanda kerelaannya adalah dia
mendatangi Bilal ra. Dia tidak datang kecuali agar agama ini sampai kepada
mereka yang dijauhkan oleh kondisinya. Tidak disampaikannya agama melainkan
dengan khidmat atau bantuan yang pada gilirannya hal itu menundukkan hati dan
jiwanya. Ditunjukkannya kepada kita bagaimana awal agama ini dipikul dan
digerakkan terutama oleh mereka yang tidak memiliki apapun kecuali yakin yang
benar kepada pemilik yang sesungguhnya dari segala sesuatu.
Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela menjadi bagian dari
kaum masakin. Salah satu tanda kerelaannya adalah ketika Allah menawarkan
pilihan melalui malaikat-Nya untuk menjadi nabi yang raja atau nabi yang kaya,
dia lebih memilih untuk menjadi seorang nabi, hamba-Nya yang sehari kenyang
sehari lapar. Dengan cara seperti itulah dia dapat bersyukur ketika kenyang dan
bersabar ketika lapar. Kepada sahabat-sahabatnya yang miskin, dia memberikan
kabar gembira bahwa orang-orang miskin akan memasuki surga setengah hari lebih
awal daripada orang-orang kaya, dan setengah hari di sana kadarnya sama dengan
lima ratus tahun.
Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela beribadah
berpanjangan di malam hari. Salah satu tanda kerelaannya adalah ketika sang
istri yang tahu persis bagaimana keadaannya, menanyakan perihal ibadahnya yang
banyak yang sering mengakibatkan kakinya menjadi bengkak, sedangkan dia adalah
kekasih-Nya yang maksum, yang sudah pasti diampuni kesalahan dan dosa-dosanya.
Meski sudah jelas tempatnya, dengan ibadahnya dia ingin tetap bersyukur atas
pilihan dan apa saja yang Allah tetapkan baginya.
Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela makanannya dari
gandum yang kasar dan tidurnya di atas tikar. Salah satu tanda kerelaannya
adalah seperti yang ditunjukkannya ketika dalam satu keadaan Umar bin Khattab
menjumpainya yang membuat dia sendiri gagal membendung aliran air matanya.
Tidak dilihatnya kecuali makanan kasar yang ada di sisi rasulullah, sedangkan
kesan guratan-guratan dari tikar yang ditidurinya nampak jelas membekas di
badannya. Dalam pandangannya, kaisar Rum dan kisra Persi yang ingkar telah
memperoleh kebaikan dunia, apalagi seharusnya kekasih dan utusan Allah ini.
Rasulullah mengingatkan bahwa apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik dan
kekal.
Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela melakukan hal-hal
yang hari ini (karena kebodohan kita) kita tidak rela untuk melakukannya. Dia
menjahit dan menambal sendiri pakaiannya, dia memperbaiki sepatunya, dia makan
sebagaimana seorang hamba makan, dia makan bersama bahkan dengan sahabat dari
kalangan yang terendah pada nampan yang sama. Dia menjamu siapa saja yang
datang kepadanya. Dia mengunjungi siapa saja yang ada dalam kesusahan dan
musibah. Dan dia juga tidak malu memberi sedikit, karena memang itu yang
dimilikinya.
Dia kekasih Allah, akan tetapi dia tidak rela kalau ummat ini
jatuh ke dalam kebinasaan. Dia tidak rela kalau ummat ini ada dalam adzab
Allah. Dia mencemaskan kita. Telah diperlihatkan kepadanya neraka yang apabila
seseorang melihatnya, meski satu bagian yang paling kecil, niscaya akan hilang
seluruh senyum, canda dan tawanya hingga akhir hayatnya. Dia mengkhawatirkan
keadaan kita, bagaimana setiap dari kita dapat dipastikan selamat. Demi
cintanya kepada ummat ini, maka kecemasan Rasulullah ini dibawanya hingga akhir
hayatnya, ‘ummati, ummati, shalat, shalat’.
Kita sering katakan bahwa kita mencintai Rasulullah. Sungguh
beruntung orang-orang yang memiliki kecintaan yang satu ini, karena bila
sesuatu dimuliakan, biasanya segala sesuatu yang terkait dengannya juga akan
menjadi mulia. Rasulullah, kita menyadarinya atau tidak, adalah mulia baik di
sisi manusia apalagi di sisi Allah. Bila kecintaan itu ada, maka hal itu
seperti tali pengait antara yang mencintai dan yang dicintai. Di dunia kita
akan dimuliakan, di akhirat kita akan bersama orang yang dicintainya.
Saat ini seolah-olah kemuliaan kita dan kemuliaan ummat ini
hilang. Padahal tanda-tanda yang boleh kita kenali hanya selagi kita ada di
dunia ini. Kita belum lagi sampai ke akhirat, hingga kita tidak tahu apakah
kita bersama orang yang kita cintai atau tidak. Bila di dunia ini saja kita
menjadi hina atau dihinakan dalam hal keduniaan, tentu ada yang salah dalam
percintaan ini. Kita perlu ishlah diri dan berupaya sungguh-sungguh untuk itu.
Orang yang bercinta cenderung ‘mabuk’ kepada segala sesuatu yang
ada kaitannya dengan orang yang dicintainya. Mungkin kita tidak pernah ‘mabuk’
cinta sebagaimana Qais Amiri dalam kisah cinta Laela Majnun yang abadi. Dia
mencintai apa saja yang ada kaitannya dengan Laela. Akan tetapi demikianlah
syarat dalam bercinta, karena bila hal ini tidak terjadi, sesungguhnya di situ
tidak ada cinta.
Kita mencintai Rasulullah saw. Namun demikian, kenapa kita tidak
menampilkan diri dalam keseharian sebagaimana Rasulullah berpenampilan? Kenapa
kita tidak berbuat selama hari-hari kita sebagaimana Rasulullah berbuat sesuatu
yang istiqomah dilakukannya? Kenapa kita tidak menggunakan hati dan fikir kita
sebagaimana Rasulullah berpikir dan merisaukan ummat ini? Kenapa kita malu
menyatakan cinta kita dengan cara yang demikian?
Hanya kepada Allah jualah kita memohon taufiq dan hidayah-Nya.
Semoga Dia yang maha luas ilmunya, maha sabar dan maha pemberi, mengaruniakan
cinta yang sejati kepada kita. Cinta yang tumbuh secara bertahap namun pasti
menjadi sempurna. Cinta kepada-Nya dan cinta kepada Rasul-Nya dan cinta kepada
orang-orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Sungguh, tidak ada daya dan
upaya kecuali dengan-Nya.
Subhanallah.
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar