04/01/2008

Dia kekasih Allah

Alhamdulillah. Nabi Muhammad saw. adalah Rasulullah, hamba-Nya sekaligus kekasih-Nya. Tidaklah seseorang termasuk ke dalam golongan mereka yang berilmu dan berpengetahuan lagi lapang dada, kecuali mengakuinya demikian. Kehadirannya di dunia ini dan apa-apa yang dilakukannya membenarkan apa yang telah diberitakan para nabi dan utusan Allah sebelumnya. Seakan-akan dunia ini dicipta hanya untuk menyempurnakan kehadirannya, akan tetapi memang demikian kehendak Allah terhadap kekasih-Nya.

Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela dilahirkan sebagai anak yatim. Bapaknya meninggal pada saat awal-awal lagi sebelum dia lahir. Salah satu tanda kerelaannya adalah dia tumbuh dan berkembang menjadi seorang anak yang terpuji, baik tingkah laku maupun perangainya. Adalah suatu kenyataan bahwa dia mencintai anak-anak yatim dan dia mencintai orang-orang yang mencintai anak-anak yatim.

Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela beristrikan Khadijah ra. yang janda. Salah satu tanda kerelaannya adalah dia tidak mencari istri lain hingga Allah swt. sendiri menarik istrinya ke haribaan-Nya dan menetapkan batasan waktu bagi pendampingannya (yang sekitar 25 tahun). Dia mencontohkan kepada kita agar kita iba dan kasih kepada mereka yang janda.

Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela untuk binasa demi dakwah atau usaha agama. Salah satu tanda kerelaannya adalah seperti yang terkandung dalam kata-katanya ketika para pemuka Quraisy datang kepada pamannya untuk menghentikan usaha yang dilakukannya. Mereka menawarkan harta, wanita, dan kedudukan yang sangat menjanjikan kepadanya. “Wahai paman, sekiranya mereka bisa meletakkan matahari di tangan kanan dan bulan di tangan kiri, niscaya aku tidak akan berhenti dari usaha ini atau aku binasa karenanya.”

Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela dihina dan disakiti demi ketinggian dan tersebarnya agama yang haq. Salah satu tanda kerelaannya adalah ketika malaikat menawarkan jasa kepadanya untuk menghancurkan penduduk Tha’if yang menzhaliminya, dia malah menenangkan malaikat yang ‘emosi’, karena menurutnya kaum tersebut adalah kaum yang belum paham. Bila saja tidak mereka, tentu anak cucu mereka yang akan menerima agama ini. Dia mengajarkan cara terbaik untuk menyebarkan agama yaitu dengan landasan korban atas diri sendiri tanpa perlu menghancurkan mereka yang justru merupakan lahan dakwah.

Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela mengunjungi mereka yang berasal dari kelas bawah. Salah satu tanda kerelaannya adalah dia mendatangi Bilal ra. Dia tidak datang kecuali agar agama ini sampai kepada mereka yang dijauhkan oleh kondisinya. Tidak disampaikannya agama melainkan dengan khidmat atau bantuan yang pada gilirannya hal itu menundukkan hati dan jiwanya. Ditunjukkannya kepada kita bagaimana awal agama ini dipikul dan digerakkan terutama oleh mereka yang tidak memiliki apapun kecuali yakin yang benar kepada pemilik yang sesungguhnya dari segala sesuatu.

Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela menjadi bagian dari kaum masakin. Salah satu tanda kerelaannya adalah ketika Allah menawarkan pilihan melalui malaikat-Nya untuk menjadi nabi yang raja atau nabi yang kaya, dia lebih memilih untuk menjadi seorang nabi, hamba-Nya yang sehari kenyang sehari lapar. Dengan cara seperti itulah dia dapat bersyukur ketika kenyang dan bersabar ketika lapar. Kepada sahabat-sahabatnya yang miskin, dia memberikan kabar gembira bahwa orang-orang miskin akan memasuki surga setengah hari lebih awal daripada orang-orang kaya, dan setengah hari di sana kadarnya sama dengan lima ratus tahun.

Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela beribadah berpanjangan di malam hari. Salah satu tanda kerelaannya adalah ketika sang istri yang tahu persis bagaimana keadaannya, menanyakan perihal ibadahnya yang banyak yang sering mengakibatkan kakinya menjadi bengkak, sedangkan dia adalah kekasih-Nya yang maksum, yang sudah pasti diampuni kesalahan dan dosa-dosanya. Meski sudah jelas tempatnya, dengan ibadahnya dia ingin tetap bersyukur atas pilihan dan apa saja yang Allah tetapkan baginya.

Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela makanannya dari gandum yang kasar dan tidurnya di atas tikar. Salah satu tanda kerelaannya adalah seperti yang ditunjukkannya ketika dalam satu keadaan Umar bin Khattab menjumpainya yang membuat dia sendiri gagal membendung aliran air matanya. Tidak dilihatnya kecuali makanan kasar yang ada di sisi rasulullah, sedangkan kesan guratan-guratan dari tikar yang ditidurinya nampak jelas membekas di badannya. Dalam pandangannya, kaisar Rum dan kisra Persi yang ingkar telah memperoleh kebaikan dunia, apalagi seharusnya kekasih dan utusan Allah ini. Rasulullah mengingatkan bahwa apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik dan kekal.

Dia kekasih Allah, akan tetapi dia juga rela melakukan hal-hal yang hari ini (karena kebodohan kita) kita tidak rela untuk melakukannya. Dia menjahit dan menambal sendiri pakaiannya, dia memperbaiki sepatunya, dia makan sebagaimana seorang hamba makan, dia makan bersama bahkan dengan sahabat dari kalangan yang terendah pada nampan yang sama. Dia menjamu siapa saja yang datang kepadanya. Dia mengunjungi siapa saja yang ada dalam kesusahan dan musibah. Dan dia juga tidak malu memberi sedikit, karena memang itu yang dimilikinya.

Dia kekasih Allah, akan tetapi dia tidak rela kalau ummat ini jatuh ke dalam kebinasaan. Dia tidak rela kalau ummat ini ada dalam adzab Allah. Dia mencemaskan kita. Telah diperlihatkan kepadanya neraka yang apabila seseorang melihatnya, meski satu bagian yang paling kecil, niscaya akan hilang seluruh senyum, canda dan tawanya hingga akhir hayatnya. Dia mengkhawatirkan keadaan kita, bagaimana setiap dari kita dapat dipastikan selamat. Demi cintanya kepada ummat ini, maka kecemasan Rasulullah ini dibawanya hingga akhir hayatnya, ‘ummati, ummati, shalat, shalat’.

Kita sering katakan bahwa kita mencintai Rasulullah. Sungguh beruntung orang-orang yang memiliki kecintaan yang satu ini, karena bila sesuatu dimuliakan, biasanya segala sesuatu yang terkait dengannya juga akan menjadi mulia. Rasulullah, kita menyadarinya atau tidak, adalah mulia baik di sisi manusia apalagi di sisi Allah. Bila kecintaan itu ada, maka hal itu seperti tali pengait antara yang mencintai dan yang dicintai. Di dunia kita akan dimuliakan, di akhirat kita akan bersama orang yang dicintainya.

Saat ini seolah-olah kemuliaan kita dan kemuliaan ummat ini hilang. Padahal tanda-tanda yang boleh kita kenali hanya selagi kita ada di dunia ini. Kita belum lagi sampai ke akhirat, hingga kita tidak tahu apakah kita bersama orang yang kita cintai atau tidak. Bila di dunia ini saja kita menjadi hina atau dihinakan dalam hal keduniaan, tentu ada yang salah dalam percintaan ini. Kita perlu ishlah diri dan berupaya sungguh-sungguh untuk itu.

Orang yang bercinta cenderung ‘mabuk’ kepada segala sesuatu yang ada kaitannya dengan orang yang dicintainya. Mungkin kita tidak pernah ‘mabuk’ cinta sebagaimana Qais Amiri dalam kisah cinta Laela Majnun yang abadi. Dia mencintai apa saja yang ada kaitannya dengan Laela. Akan tetapi demikianlah syarat dalam bercinta, karena bila hal ini tidak terjadi, sesungguhnya di situ tidak ada cinta.

Kita mencintai Rasulullah saw. Namun demikian, kenapa kita tidak menampilkan diri dalam keseharian sebagaimana Rasulullah berpenampilan? Kenapa kita tidak berbuat selama hari-hari kita sebagaimana Rasulullah berbuat sesuatu yang istiqomah dilakukannya? Kenapa kita tidak menggunakan hati dan fikir kita sebagaimana Rasulullah berpikir dan merisaukan ummat ini? Kenapa kita malu menyatakan cinta kita dengan cara yang demikian?

Hanya kepada Allah jualah kita memohon taufiq dan hidayah-Nya. Semoga Dia yang maha luas ilmunya, maha sabar dan maha pemberi, mengaruniakan cinta yang sejati kepada kita. Cinta yang tumbuh secara bertahap namun pasti menjadi sempurna. Cinta kepada-Nya dan cinta kepada Rasul-Nya dan cinta kepada orang-orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Sungguh, tidak ada daya dan upaya kecuali dengan-Nya.

Subhanallah. 

Tidak ada komentar:

Doa Jodoh

Alhamdulillah. Nabi Musa (as) berdoa, "Robbi innii limaa anzalta ilayya min khairin faqier." Artinya: Ya Tuhanku, sesungguhny...