Alhamdulillah. Kita tahu bahwa hasil yang dapat kita peroleh dalam
hal apapun adalah berbanding lurus dengan usaha yang kita lakukan. Bila kita
berusaha sungguh2 atas suatu perkara, maka hasilnya adalah sebanding dengan
jerih payah yang kita keluarkan. Bila kita berbisnis secara serius, maka
keuntungannya pun dapat kita prediksi sebelumnya bahwa hasilnya akan sebanding
dengan modal yang kita tanam dan usaha yang kita buat. Dan bila kita berusaha
untuk mendapatkan kesuksesan di akhirat, tentu saja hasilnya pun sebanding
dengan modal dan usaha kita di dunia ini.
Bila keinginan kita adalah ‘Robbana aatina fid-dunia hasanah wa
fil-akhirah hasanah…’ sudah semestinya kita membagi waktu yang kita miliki
secara ‘proposional’ atau seimbang untuk dunia dan akhirat kita. Lalu berapa
ukuran seimbang di mata kita? Kita sendiri yang tahu jawabannya. Secara jujur
kita akui bahwa masa yang kita berikan untuk kepentingan akhirat belum seimbang
dibandingkan dengan apa yang kita berikan untuk kepentingan dunia kita.
Bila saja kita memahami hakekat lamanya hari2 di dunia ini, maka
kita akan berusaha sekedar untuk dapat hidup dengan kadar yang kita pahami
tersebut. Dan bila kita paham akan lamanya hari2 akhirat, maka kita akan
berusaha sungguh2 untuk mendapatkan bekal yang sesuai dengan kadar hidup kita
di sana .
Sayangnya sebagian dari kita terlalu arogan untuk mengakui bahwa ‘saya belum
paham’.
Sesungguhnya Allah telah berjanji bahwa Dia akan menggandakan 10
kali lipat (minimal) pada apa saja yang kita buat dalam menunaikan
perintah-Nya? (QS 6:160) Dengan cara yang sama, kita dapat menghitung sendiri
bahwa orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan (29 atau 30 hari) ditambah 6 hari
pada bulan Syawal (jumlahnya 35 atau 36 hari) adalah seperti orang yang berpuasa
berterusan sepanjang tahun atau sekitar 354 hari pada hitungan hari-bulan
(Alhadits).
Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash (ra) berkata, telah bersabda
Rasullullah (saw), “Sahum tiga hari setiap bulan itu seperti shaum sepanjang
tahun.” (HR Bukhari–Muslim)
Memberi masa yang kita miliki selama 3 hari khusus untuk
kepentingan akhirat hanyalah 10% saja dari jumlah hari per bulan. Bila kita
keluar di jalan Allah selama 3 hari, tentu nilainya sama dengan se-olah2 kita
keluar dijalan-Nya selama sebulan penuh. Bila kita keluar di jalan-Nya secara
istiqomah, maka kita akan sampai pada tahap kepahaman bahwa masa yang 27 hari
per bulan menjadi terlalu banyak untuk urusan dunia. Lalu kita akan memiliki
keinginan untuk menguranginya secara bertahap.
Pada tahap lebih lanjut, masa dua sampai empat bulan untuk
kepentingan akhirat tentu belum mencapai 50% dari jumlah bilangan bulan dalam
satu tahun. Agar kita dapat memposisikan diri kita sepenuhnya di jalan Allah,
sedangkan kita begitu terikat dengan urusan dunia, barangkali kita perlu
mencicilnya sedikit demi sedikit. Bila rata2 usia kita adalah 63 (seperti umur
Rasulullah saw) dan kita akil baligh pada usia 13 tahun, maka usia wajib ibadah
adalah 50 tahun. Bila kita ambil 10% saja sebagaimana kemurahan Allah di atas,
maka kita perlu bagi masa 5 tahun penuh untuk usaha atas akhirat kita.
Dengan segala kelemahan yang kita miliki, masa 5 tahun (atau 60
bulan) keluar di jalan-Nya menjadi seperti tidak mungkin. Maka masa tersebut
perlu kita cicil. Bila kita mencicilnya 2 bulan setiap tahun, itu akan berarti
bahwa kita harus 30 kali keluar di jalan Allah, ini sama artinya kita perlu 30
tahun lagi untuk menunaikannya. Bila usia kita sudah 40 tahun, kita masih punya
sisa waktu 23 tahun, maka kita perlu buat percepatan untuk melunasinya, yakni
sekitar 3 bulan setiap tahun. Tapi malangnya tidak seorangpun tahu berapa sisa
waktu yang dia miliki untuk tinggal di dunia ini. Maka keluar 4 bulan setiap
tahun adalah pilihan yang paling bijaksana.
Subhanallah.
*